Cari Blog Ini

Selasa, 06 April 2010

Gorontalo Kehilangan 45,17 Persen Hutan

Revis RTRW Tak Boleh Jadi Pembenaran Kesalahan

GORONTALO (SP) – Revisi rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) pada sebuah daerah, tidak boleh dijadikan tameng semata yang menjadi pembenaran atas kesalahan-kesalahan yang terlanjur terjadi.
Hal itu dikemukakan oleh Amsurya Warman Amsa, Senior Wallacea Program Officer Burung Indonesia di Gorontalo, Selasa (6/4) kemarin.
Acapkali menurutnya, revisi RTRW yang dilakukan oleh pengambil kebijakan, justru menciptakan regulasi yang tumpang tindih, bahkan kelak berpotensi menjadi konflik teritorial di kalangan masyarakat.
Menurutnya, di Gorontalo sendiri belum ada kesepakatan bersama mengenai RTRW yang perlu direvisi, tak jarang pemerintah bahkan melegalkan pemukiman masyarakat di kawasan hutan lindung atau cagar alam, karena terjadi perbedaan versi di antara mereka.
“Inilah yang membuat kacau, ada yang beranggapan bahwa RTRW yang di revisi sudah masuk dalam kawasan hutan lindung, yang lainnya beranggapan bahwa itu hanya masuk hutan produksi, tidak ada kesamaan persepsi,” Jelasnya.
Akibatnya, perambahan hutan lindung makin marak terjadi, begitu juga dengan kasus perebutan lahan pada tingkat masyarakat. ironisnya lagi, pemerintah masih cenderung menyalahkan masyarakat atas hal itu.
Provinsi Gorontalo sendiri dalam catatan pihaknya, telah kehilangan 45,17 persen hutannya. Data Direktorat Jenderal Planologi tahun 2008 juga menyebutkan bahwa laju deforestasi Provinsi Gorontalo selama periode tahun 2003 – 2006 adalah sekitar 3.976,3 hektar per tahun pada seluruh kawasan hutan yang seluas 826.378,12 hektar.
Ini disebabkan adanya tekanan penduduk, perambahan, dan penebangan hutan ilegal, konversi hutan, perladangan berpindah, dan penambangan emas tanpa izin (Peti) di areal hutan.(SP-43/10)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar